Exhausting Journey OP.SAIP NAPITU


Exhausting Journey Op. Saip Napitu’s
(Sekitar tahun :1859-1938)

(Parbalogan – Sipolha – Panguluran-Tele –Sumbul- Alas – Pematang Raya – Purba Saribu – Parbalogan)
——————————————————
Ekspansi manusia untuk mencari lahan baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terus terjadi, tidak terkecuali “bangsa” batak. Pada skala lokal terjadi “pembukaan huta” dari satu huta ke huta baru selanjutnya. Orang yang pertama membuka huta baru dikenal dengan sebutan “sipukka huta”. Percecokkan antara “sipukka huta” dalam legitimasi hak atas tanah antara pendatang baru dan penduduk yang telah ada sebelumnya tidak jarang menimbulkan perang saudara maupun perang antar marga.
—————————————————-
Marga Napitu  di Huta Bolun – Parbalogan dipredikdi sejak tahun 1480-an dengan migrasinya op.mangalolo dari ‘huta sibatu-batu’ di P.Samosir menuju ‘batu hoda’ Parbalogan. “Parbapaon” marga Napitu di   merupakan daerah yang awalnya dibuka (sipukka huta) oleh marga Napitu (dari generasi ke 1/2 dari op.marpaung  yaitu op.Mangalolo dan op.dja nahal dan  op.dja nahal sudah lahir di “huta bolon”) informasi migrasi ini juga dengan pinopar  dari Op. Bonani huta tetapi kembali ke Si batu-batu bersama dengan pulangnya op.mangalolo ke sibatu batu.
(ctt: prediksi umur rata” ± 70-75 th)
——————————————————–
“Politik dan Eskalasi Kekuasaan”

Puncak eskalasi politik dalam kekuasaan dengan adu domba (Devide et impera) antar marga terjadi sekitar tahun 1812-an diera-parbapaon Op.Jabongbong (si Djahurung)  (generasi ke 5 dari op.marpaung)  terhadap “parbapaon napitu” di wilayah parbalogan- tigaras. (wilayah Parbapaon dimulai dari tanjung unta sampai batas Sungai kecil setelah lewat sedikit onan tigaras). Persaingan kekuasaan dengan adanya serangan dari marga dan kelompok lainnya mengakibatkan Op.Jabongbong (parbapaon ke 2 setelah Op.Marihat (atau bergelar si Djahurung memiliki kemampuan membuat pencuri atau pendatang yang tidak diundang tidak bisa pulang karena linglung op dari Si Marihat)  sekitar tahun 1859 mengungsi ke Sipolha bersama anak dan keluarganya serta beberapa orang kerabat Op.bahul Silalahi (orang tua op.Langgu silalahi).  Selanjutnya dari sipolha menuju Pangururan dan tinggal disana hingga akhir hayatnya dan sampai saat ini kuburannya tidak diketemukan. Sekitar usia 20 tahun Op Marihat (kakek di Marihat) putra dari Djahurung melanjutkan perjalanan ke Tele selanjutnya ke sumbul dan dari sumbul menuju Tano Alas  sekarang Aceh. Selama berada di tano alas Op. Saip marguru dengan “Puang Bolon Uhul dan Syekh Silau dunia” atau ulama besar dari  Raja Sekendang. Selama di “Tano Alas” Op. Marihat menjadi puang dari Raja Sikendang dan menganut agama Islam.  Sekitar 1875-an Op.Matihat pulang ke tanah leluhurnya melalui Pematang Raya di Pematang Purba di tangkap sama pasukan Raja Purba  namun akibat memiliki kesaktian yang luar biasa akhirnya diangkat menjadi panglimo raja purba dan menikah disana.  Cucunya  op.Saip atau S Marihat yang disebut namanya menjadi “sinapitu” dan bergelar Dja Bongbong artinya dapat mengembuskan angin atau “pahabang alogo bolon” (sinapitu dalam tutur simalungun masuk dalam marga yang diakui dalam kesepakatan harungan bolon Harajaon Simalungun, dan Partua Maujana Simalungunpertama adalah marga Napitu lebih kami kenal dengan sebutan “oppung pematang” yang membagi tanah seluruh di Pematang Siantar sekitar tahun 1960-an setelah terbentuknya Kabupaten Simalungun berdasarkan UU No 7/1956).
——————————————–
Rasa penasaran terhadap kampung halaman selalu memaksa Op.Marihat untuk balik ke “Huta Bolon Parbalogan”  namun tidak terwujud.

Op.saip yang meneruskan sesuai pesan dari Bapaknya Op.Djabongbong (Si ). Menuju ke parbalogan dilalui dari “Huta Harang Gaol” namun sebelum ke harang gaol mampir ke “Huta Purba Saribu” dan menikah dengan Putri Boru Damanik (karena simalungun) dari Purba Saribu. Setelah berlangsung beberpa tahun, pada tahun sekitar 1890-an untuk menunaikan tugasnya  bersama pasukan Raja Purba dan beberapa keluarga dari Purba Saribu berangkat dengan sebanyak “40 solu bolon” menuju parbalogan …. mendengar pasukan Raja Purba dan  Si Marihot datang semua pasukan yang mengambil alih Parbalogan lari tunggang langgang. Putranya yang pertama diberi nama Djabongbong untuk mengenang hubungan dengan Raja Purba, danpada tahun 1902 memiliki  putra kedua bernama di Bitik Nurasi Napitu atau (Op.Johanes Doli).
Catatan:
1.Parbapaon digunakan untuk pemukka huta jaman dulu yang pada era kerajaan Simalungun sebelum masuknya Belanda ke Simalungun, setelah masuknya belanda diganti menjadi “Korte Verklaring” atau  “Partuanan” (sekitar 1907)
2.Perbatasan parbapaon [sebelah utara perbatasan dengan  tigaras dan sebelah selatan setelah tanjung unta.
3.Arti Tigaras : Tiga = Pasar Ras= Rasun, tigaras tempat jual beli racun dan ilmu hitam lainnya yang dikenal rawan pada zamannya marga Napitu yang memiliki kemampuan itu antara lain  Op.Saip (tuan Parbalogan), Op.Ajis dan Op.Apon) dapat penerbangan losung dan pisau terbang dari jarak jauh.
4.Tona poparan Napitu sian huta bolon atau parbalogan dilarang kawin sama putri dari tano alas, karena op saip dulu informasinya pernah menikah disana sehingga dari pada “kawin namariboto alani dang di boto tumagonan da ong” kira kira begitu pesan yang disampaikan.
5.Ajaran islam di Parbalogan dan Tigaras sudah ada dari dulu namun perkembangan bersifat penyaluran ilmu panoragan antara anak murid dan puang (guru) bukan penyebaran dan termasuk dibawakan oleh Op.Saip dari Tano Alas (Mis. : melafalkan dalam doa surat Yasin 1000x bisa tahan pukul, melafalkan atau membaca surat Al’fatiha 40 x bisa hilang, bisa menulis surat kaligrafi surat Al’ikhlas berbentuk manusia bisa menghilang.. dll) makanya di Tigaras ada “Surau yang saat ini sudah menjadi Mesjid” itulah sebabnya mengapa Napitu dari “huta bolon”- parbalogan banyak yang manganut agama Islam.
6.Perhitungan tahun dalam tulisan ini didekati dari umur dan beberapa bukti yang tertulis di Makam para Op. Namun tidak menutup kemungkinan ada perbedaan taksiran.
7.Jika ada kekurang sempurnaan dalam historical  Exhausting Journey Op. Saip Napitu’s ini sangat diharapkan bila dapat disempurnakan, dan mohon maaf jika ada kesalahan.

image

Makam Op Saip Napitu

image

Makam Op.Johannes (Putra Ke 2

Bersambung….
Semua informasi ini didapat dari sumber :
1.Op. Sahma (Pa.Saip) berdasarkan memori ingatan cerita tentang sejarah parbalogan (sekitar 1980) terkait asal mula nama Djabongbong
2.Op.Johananes Boru (Br.Manik)  istri dari (1984)
3.Op. Apon (pa Sopar) anak dari Op.Saip yang nomor 4 selama di Parbalogan
4.Pa. Johannes  (Op.Roi) selama di Parbalogan
5.Sopar Baharudin Napitu (Pa.Samaria) (Op.Julius Napitu) dan Istriya, selama di Bandar Jaya-Palembang
6.DJabanten  Napitu (Pa.Elida) (Op. Daniel), selama di Pamatang Siantar
7.Samuel Napitu (Pa. Tupal) (Op..), di Parbalogan

Dehumanisasi Sosial Masyarakat Indonesia Dilema Pembangunan Berkelanjutan


DEHUMANISASI SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA DILEMA MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Oleh : Ja Posman Napitu

A.Latar Belakang

Sejak Komisi Brundtland mengusung konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai paradigma tata kelola memasuki abad 21, berbagai pembahasan terus berkembang mulai dari tingkat konsep sampai pada tingkat implementasi (WCDE,1990). Pada tingkat konsep, terjadi perdebatan terkait argumentasi yang digunakan oleh Komisi Brundtland sehingga banyak orang yang terpecah dalam kelompok pesimis dan optimis. Tataran implementasi, kelompok pesimis dan optimis sepakat bahwa berbagai metode yang harus dilakukan untuk membuktikannya (Syamsudin Din M., 2003). PBB tetap mengadopsi pendapat Komisi Brundtland tersebut pada Sidang Umum PBB tahun 1989, dan menindaklanjutinya pada KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada tahun 1992 dan mengelaborasinya dalam Deklarasi Rio dan Agenda 21. Beberapa aktifitas yang diinisiasi sebagaimana tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) dapat menghasilkan dampak yang signifikan di tingkat nasional bahkan internasional. KTT Bumi yang kembali diadakan di Rio de Jeneiro pada tahun 2012, dan 189 negara anggota PBB sepakat untuk mendorong Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai pengganti MDGs yang akan berakhir pada 2015 nanti. Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB melaporkan perkembangan MDGs 2013. Hasil laporan menunjukan perkembangan pendidikan, kesehatan dan penurunan kemiskinan.

B. Kemampuan Indonesia Selaku Negara Berkembang
Indonesia merupakan salah satu negara pendukung tata kelola sustainable development sejak konsep ini dikemukakan oleh Komisi Brundtland. Indonesia selalu meratifikasi kesepakatan-kesepakatan berkaitan dengan sustainable development seperti Deklarasi Rio, Agenda 21, Protokol Kyoto, Protokol Montreal, Kesepakatan Johannesburg, dan sebagainya. Saat ini, Indonesia menjadi negara penting dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan meluncurkan komitmen menurunkan emisi sampai 26 % dengan usaha sendiri dan 41 % dengan bantuan dunia internasional. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah rencana aksi seperti Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN GRK) dan Rencana Aksi Nasional Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Bapenas, 2013). Rencana aksi ini juga dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 TAHUN 2011. Rencana aksi nasional sangat sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan funsgi ekologi, sosial dan ekonomi (Rogers et. al., 2008). Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, Pemerintah Indonesia mengelaborasi sebuah pengertian yang lebih operasional. Pasal 1 Ayat 3). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam roda strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Berdasarkan pengertian anggap bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah sistem yang kompleks dan dinamis, apalagi bila dikaitkan dengan cita-cita mencapai kesejahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian anggap bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah sistem yang kompleks dan dinamis, apalagi bila dikaitkan dengan cita-cita mencapai kesejahteraan yang lebih baik di masa yang akan datang. Beberapa permasalahan yang dihadapi sebagai berikut :

  1. Hilangnya sumberdaya alam secara kuantitas dan kualitas;
  2. Terjadinya perubahan nilai nilai budaya lokal menjadi westernisasi yang berdampak kepada dehumanisasi;
  3. Tekanan ekonomi nasional dampak sistem ekonomi global;
  4. Peningkatan ilmu pengetahuan teknologi bersifat memaksa dengan adanya target produktivitas atau teknologi tidak ramah lingkuang.

Memperhatikan fakta di atas, konsep pembangunan berkelanjutan akan banyak dihadapkan tentang isu-isu perubahan terhadap kerusakan. Kegagalan dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, akan akan mengakibatkan kehancuran. Ketidakmampuan kita keluar dari kondisi tersebut menyebabkan kita seperti mendapatkan permasalahan, berada pada sistem yang secara kualitas dan kuantitas selalu menurun. Negara maju yang kapitalis akan selalu cenderung tidak perduli terkait dengan permaslahan diatas, berupaya menguasai sumber daya alam potensial, menumpuk cadangan energi masa depan, dan meningkatkan nilai investasi untuk masa depan berpikiran lokal hanya negaranya. Disisi lain kita dihadapkan dalam konsep negara berkembang yang ingin transformasi menjadi negara maju atau pembangunan. Seberapa besar kemampuan kita mengatasi problematika kependudukan dan sumberdaya alam merupakan gerbang menuju ekspansi ekonomi global dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat kita. Menurut Endriatmo S. dan Tantan H., (2007), Tekanan ekonomi masyarakat lokal dan pedesaan cenderung kalah dengan pemilik investasi besar. Konsentrasi penguasaan lahan kepada segelintir orang karena lahan yang cenderung dikomersilkan menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya alam lain seperti hutan. Masyarakat yang tidak memiliki tanah namun masih memiliki sedikit modal memilih untuk mengakses hutan, perkebunan, dan lahan-lahan yang dikategorikan ‘milik negara’ lainnya. Dari ini bisa dilihat bahwa kemudian lahan-lahan hutan menipis, tanah-tanah negara menyempit. Tentu saja jumlah ini belum termasuk kawasan hutan yang ‘dijual’ pemerintah kepada pemilik modal besar. Apakah kita dapat lepas dari tekanan diatas dan kepentingan negara asing, yang selalu memberi interpensi lewat jalur ekonomi dalam bentuk kurs dollar yang tidak stabil terhadap rupiah, permaian suku bunga pinjaman, jatuh tempo dan penjadwal pinjaman utang hingga aksi embargo ?.

C. Permasalahan Pembangunan Berkelanjutan
Sangat disadari bahwa kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sudah saatnya menjadi arah kebijakan kedepan mengubah pembangunan yang masih bersifat konvensional, dimana arah pembangunan lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi lingkungan. Namun permasalahan dehumanisasi sosial dimasyarakat sebagaimana dibahas diatas, untuk pencapaian keseimbangan pembangunan berkelanjutan menjadi sesuatu hal yang sangat menarik untuk dibahas dan dibicaran. Menanggapi permasalahan tersebut timbul hipotesa yang harus dijawab : “Apakah Model Sustainable Development Dapat Membawa Indonesia Mencapai Masyarakat Sejahtera? “. Fakta-fakta menjawab pertanyaan diatas berdasarkan indikator apakah Indonesia mampu atau tidak menuju pembangunan berkelanjutan. Adapun indikator yang dipakai dapat berupa, antara lain :

  1. Dukungan regulasi kearah pembangunan berkelanjutan
  2. Merupakan perbandingan linier antara kebutuhan dan ketersediaan ;
  3. Berupa cerminan dan fakta terkait prilaku sosial masyarakat;
  4. Mempertimbangkan dan menggambarkan kondisi sebenarnya keadaan sosial, ekologi dan ekonomi nasional.

Sebagai contoh penomena yang terjadi saat ini adalah :
“Perubahan prilaku masyarakat Kab.Muara Bungo di Provinsi Jambi contoh fenomena perubahan prilaku masyarakat. Perkebangan ilmu dan tehnologi akan pemanfaatan batu bara (coal) sebagai bahan bakar yang diperoleh dari hasil pertambangan, menarik investor asing untuk masuk ke Kabupaten Muara Bungo yang wilayahnya memiliki kandungan batu bara dengan kandungan kalori tinggi atntara 6 – 7 kilo kalori. Tingginya minat investor untuk melakukan pemanfaatan batu bara tersebut mengakibatkan tingginya permohonan ijin pemanfaatan batu bara dari Pemerintah Kabupaten Muara Bungo. Masyarakat melakukan penjualan lahan yang mereka miliki dalam luasan besar besaran 150-1200 ha per ijin permohonan. Satu tumbuk (10 x 10 m) saat ini mencapai Rp.1 – 2 juta,-. Masyarakat yang memiliki lahan 1-2 Ha dapat memperoleh uang pengganantian mencapai Rp.100 – 200 juta. Masyarakat dapat dikatan memperoleh penghasilan yang sangat besar. Tidak jarang ditemukan mobil-mobil mewah berharga mahal ratusan juta rupiah dan kondisi perumahan yang berubah dihampir di seluruh wilayah akibat penjualan lahan. Penomenaini menjadi suatu pola prilaku yang baru di masyarakat khususnya Kab.Muara Bungo” (Adnan et al., 2007).
Pengorbanan sumberdaya alam dengan perubahan budaya menjadi masyarakat konsumtif dapat terlihat jelas. Akan menjadi masalah pada saat keuangan masyarakat akibat penjualan lahan habis. Dimana lapangan pekerjaan sudah tidak ada lagi atau akan menjadi buruh tambang. Perubahan perilaku ini tentu akan menjadi hal yang bertentangan dengan arah pembangunaan berkelanjutan.

D. Tantangan Di Depan Mata
Tantangan utama masa depan adalah mengubah pola pembangunan dengan mempertimbangan pilar ekologi dari ke 3 (tiga) pilar sebagai dimensi pembangunan berkelanjutan. Permasalahan Indonesia dalam mengelola sumberdaya alam sangat jelas terlihat di depan mata. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, dengan jumlah pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km² dan luas perairan 3.257.483 km². Menurut Karsidi (2013), luas wilayah dalam peta NKRI dari masa ke masa memperlihatkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengalami beberapa perubahan. Saat ini peta NKRI yang terbaru memperlihatkan penambahan luas wilayah yurisdiksi kelautan Republik Indonesia di luar 200 mil laut seluas 4209 Km² yang terletak di sisi Barat Laut Pulau Sumatera, yang disetujui dan disahkan oleh PBB tanggal 17 Agustus 2010. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terdiri dari pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil. Berbagai sumberdaya alam yang terkandung diwilayah Negara Indonesia, baik berupa hasil tambang mineral, minyak bumi, hasil tangkapan sungai, danau dan laut, hasil pertanian, produk kehutanan maupun sumberdaya alam intangible lainnya. Berbagai sektor yang dapat dijelaskan :

  • Sektor pertambangan minyak Indonesia memilki potensi cadangan minyak mentah yang besar, dengan sumberdaya sebesar 87,22 milyar barel dan cadangan 7,76 milyar barel dan produksi sebesar 346 juta barel. Gas bumi Smberdaya 594,43 TSCF Cadangan 157 TSCF dan Produksi 2,90 TSCF (ESDM,2013).
  • Sektor pertambangan mineral di bumi Indonesia secara menyebar diberbagai pulau kandungan mineral berupa Batu bara, Nikel, Emas. Berdasarkan data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk negara yang kaya akan sumber daya tambang, cadangan batubara Indonesia hanya 0,5 % dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia posisi ke-6 sebagai produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta ton. Peringkat ke-2 terbesar di dunia sebagai eksportir sejumlah (203 juta ton). Posisi pertama ditempati Australia (252 juta ton), China sebagai produsen batubara terbesar dunia, hanya menempati peringkat ke-7 sebagai eksportir (47 juta ton). Cadangan emas Indonesia berkisar 2,3% dari cadangan emas dunia.menduduki peringkat ke-7 yang memiliki potensi emas terbesar didunia. Menduduki peringkat ke-6 dalam produksi emas di dunia sekitar 6,7%. Potensi Timah Indonesia menduduki peringkat ke-5 untuk cadangan timah terbesar di dunia sebesar 8,1% dari cadangan timah dunia. Peringkat ke-2 dari sisi produksi sebesar 26% dari julah produksi dunia. Potensi Tembaga Indonesia peringkat ke-7 untuk Cadangan tembaga dunia sekitar 4,1% peringkat ke-2 dari sisi produksi sebesar 10,4% dari produksi dunia.Potensi Nikel Indonesia peringkat ke-8 cadangan nikel dunia (cadangan nikel Indonesia sekitar 2,9% dari cadangan nikel dunia), peringkat ke-4 dunia dari sisi produksi sebesar 8,6%. (HPLI,2012)
  • Sektor hasil tangkapan air tawar (sungai dan danau) serta laut. Indonesia memiliki potensi tangkapan ikan dan ikutan lainnya dari luas lautan 3.257.483 Km2 dan sungai serta danau yang memiliki potensi Ikan dan hasil tangkapan lainnya yang tersebar dibeberapa pulau. Luasan lautan dan supply pakan ikan yang besar jadi indikasi besarnya potensi perikanan Indonesia terbesar di Dunia namun tidak mengherankan apabila sektor ekonomi kelautan hanya berkontribusi kecil terhadap PDB Indonesia yakni sekitar 25 persen, sehingga kinerja pembangunan kelautan Indonesia sampai sekarang masih jauh dari optimal KKP, (2013).
  • Sektor pertanian sebagai negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Luas lahan pertanian di Indonesia sekitar 40,6 juta ha merupakan modal besar untuk pengelolaan pertanian yang baik. Luas lahan pertanian tersebut diantaranya, lahan persawahan 8,6 juta ha, tegal 12,28 juta ha, ladang 5,4 juta ha, dan lahan tidur 14,9 juta ha. Data produksi pangan berdasarkan Restra Kementerian Pertanian 2010-2014 diharapkan komediti mengalami peningkatan rata-rata pertahun Padi sebesar 3,55 %, jagung 1,96 % kedelai 28,53 % kacang tanah 10,20 %, kacang hijau 4,55 % ubi kayu 5,54 % dan ubi jalar 6,78 % (Kementan, 2010).
  • Sektor Kehutanan Indonesia memiliki luas hutan 130 juta Ha yang memiliki potensi keanekaragaman hayati dan produk kayu dan hasil ikutan lainnya. Potensi sumberdaya alam tersebut diatas merupakan modal dasar dalam pembangunan nasional. Pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangan sustainable priciple tentu akan mengalami kendala dalam pelaksanaannya (Kemenhut,2013). Menurut David (2012) dalam FahutanIPB (2012), hutan Indonesia berpotensi menghasilkan devisa US$70 miliar dari 362,5 juta meter kubik kayu yang dihasilkan oleh 14,5 juta hektare hutan tanaman industri dalam waktu kurang dari 10 Tahun ke depan, Produktivitas kayu di hutan tanaman industri mencapai 25 m per hektare, kebutuhan kayu untuk pulp 40 juta nr dan plywood 30 juta m. Devisa ekspor kehutanan tahun lalu mencapai USS7 miliar. Ditambahkan David (2013), Izin HTI saat ini 9 juta ha sehingga masih banyak areal HTI yang belum ditanami.

Berdasarkan fakta diatas, sudah seharusnya kita berbangga hati dengan besarnya sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia. Namun permasalahan kemiskinan, bencana alam, pengangguran, kurangnya layanan kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan dan permasalahan sosial lainnya, tetap menjadi masalah yang tidak terselesaikan. Sangat jelas terlihat bahwa ada permasalahan di depan mata. Pemerintah lebih cenderungan menjawab permasalahan yang disebabkan oleh :

  1. Kemampuan sumberdaya manusia yang handal untuk mengelolahnya;
  2. Biaya yang sangat besar untuk mengeksploitasi;
  3. Stabilitas nasional dan pertahanan yang kurang kuat untuk menjaga;
  4. Tidak adanya teknologi yang handal.

Cenderung jawaban tersebut belum menjawab akar permasalahan yang sebenarnya. Seiring waktu kemajuan ilmu dan teknologi yang mengutamakan produktivitas, semakin mengubah pola kehidupan sosial masyrakat Indonesia, telah terjadi dehumanisasi sosial. Sehingga jika dapat dikatakan sangat pesimis untuk dapat memperbaiki keadaan jika tidak dengan sebuah komitmen besar dan “political will” dari Pemerintah.

E. Penyebab Kekacauan Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia
Menurut Amin, A.B., (2013) permasalahan utama mengapa aset-aset sumber daya alam (SDA) Indonesia yang banyak dikuasai pihak asing penyebabnya adalah karena kesalahan undang-undang (UU). Salah satu kesalahan itu terjadi dalam kasus pengelolaan Blok Mahakam sebagai sumber utama gas bumi di Indonesia. Kesalahan itu bersumber dari peraturan pemerintah terkait minyak dan gas (Migas) itu sendiri. Contohnya adalah UU Minyak dan Gas No. 22/2001 pasal 12 adalah pasal yang melegalkan pencurian Migas oleh pihak asing. Dalam pasal itu dinyatakan bahwa kuasa pertambangan boleh diserahkan ke pihak asing. Pasal 12 ini sendiri sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Tetapi walau Pasal 12 sudah dicabut oleh MK, tetapi ada cara lain untuk menguasai migas Indonesia untuk pihak asing yaitu dengan membentuk badan yang bukan perusahaan minyak untuk mengelola yaitu BP Migas. Keberadaan BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) adalah sumber utama mengapa keberadaan blok Mahakam dikuasai oleh pihak asing. Fakta pertama adalah keberadaan BP Migas yang bukan perusahaan minyak akan selalu dijadikan alasan pemerintah untuk meneruskan kerjasama pengelolaan migas dengan dalil membutuhkan perusahaan asing sebagai partner untuk tenaga ahli. Fakta kedua, keberadaan BP Migas sendiri tidak memiliki kontrol yang jelas atas kinerjanya dilapangan. Alhasil banyak kebijakan BP Migas banyak yang terjebak dengan cost recovery. Disini dapat dijelaskan, jika investasi perusahaan asing sebesar 5 milliar dollar untuk kerjasasama selama 30 tahun. Seharusnya BP Migas dan pemerintah tahu bahwa 5 milliar dollar itu akan balik modal selama 5 tahun ke pihak investor termasuk keuntungannya. Setelah cost recovery itu balik modal selama 5 tahun, maka dalam 25 tahun setelahnya perusahaan asing akan menikmati keuntungan dari pengelolaan SDA tanpa mampu dilarang oleh Pemerintah karena terjebak dalam kesepakatan kerja yang salah cara perampokan yang dilegalkan.
Data yang ada, PT. Pertamina hanya memiliki 6 unit kilang minyak yang besar di Indonesia, selebihnya dikuasai oleh pihak Asing. Beberapa UU Migas yang bermasalah antara lain adalah UU Migas No.22/2001 di mana kontraktor asing boleh memperpanjang kontrak untuk 20 tahun berikutnya. UU ini semakin menguntungkan asing karena dikuatkan oleh Pasal 28 Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dimana pengajuan perpanjangan itu boleh diajukan 10 tahun sebelum sebuah kontrak kerjasama selesai. Pada ayat 10 pasal 28 PP No 35/2004 Pertamina harus memiliki 100 persen saham yang dimiliki negara untuk mengambil alih pengelolaan atas aset-aset Migas tersebut. Kita punya kekayaan Migas yang belum bisa memakmurkan bangsa ini sendiri karena diciptakannya regulasi (peraturan) yang memungkinkan terjadinya perampokan secara legal terhadap SDA bangsa ini. Selain permasalahan terhadap sumberdaya migas permasalahan yang sama juga terjadi disektor sumberdaya alam lainnya. Sistem pengelolaan SDA Indonesia terkesan tidak dikelola dengan manajemen yang baik. Indikasi kepentingan penguasan sangat jelas didalamnya. Indikasi kepentingan juga menjadi penyebab permasalahan kekacauan sumbardaya alam Indonesia ada kalanya kebijakan atau aturan berkolaborasi dengan kepentingan.

F. Pengelolaan Lingkungan Selalu Menyebabkan Kerusakan
Selain adanya permasalahan kekacauan pengelolaan SDA Indonesia kerusakan lingkungan juga terjadi. Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan (Muzaki F. 2013).
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum. Pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan (Sudarmadji, 2008).
Juga dijelaskan oleh Sudarmadji (2008), bahwa permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan harus ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

G. Akulturasi Budaya Indonesia
Greertz, (1973) dalam Daeng H.J., (2000) mendefenisikan budaya sebagai berikut :
“…..Historically transmitted oattern of meanings embodied in simbols, a system of inherited conceptions expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and attitudes toward life …“ .
Sehingga dapat dipahami bahwa simbol tersebut merupakan sekelompok orang yang dalam menjalankan hidupnya. Sehingga kebudayaan dapat dihubungan dengan cara hidup manusia, pengakuan sosial yang dibutuhkan individu dari kelompok, cara berpikir dan berkenyakinan, suatu tingkah laku yang abstrak, dan serangklaian orentasi hidup (Daeng H.J, 2000).
Terkadang kita tidak dapat memahami mengapa seseorang berperilaku aneh terhadap orang lain, namun tidak dapat disangkal bahwa terdapat dasar dasar berpijak bagi seseorang untuk bersikap. Perilaku yang kita anggap menyimpang tersebut disebabkan suatu pemahaman etis yang dibangun dalam pola pikir seseorang, kelompok dan masyarakat. Sering seseorang mengukur orang lain dengan patokan yang ada pada pribadinya meskipun secara luas jika dimengerti ada juga norma yang mengikat diatara yang menilai dan yang dinilai yang sering kita sebut dengan kepercayaan atau agama. Mengapa seorang wanita dan pria yang akan melakukan pernikahan diwajibkan membayar yang kita sebut mas kawin, disini artinya bahwa kedua insan tersebut tunduk dengan keputusan keputusan yang berlaku dikomunitasnya. Disini dapat disimpulkan perilaku yang sudah menjadi tradisi komunitas dapat kita sebuat budaya. Daeng H.J, (2000), juga menjelaskan bahwa kebudayaan sangat dipengaruhi dari perkebangan dunia luar terutama ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dalam sejarah perkembangan kebudayaan di Nusantara dapat dikemukakan banyak contoh yang memperlihatkan betapa kenyalnya kebudayaan kelompok-kelompok etnik dalam menghadapi berbagai ubsur budaya asing yang masuk. Perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri memperlihatkan bahwa perubahan akibat pembangunan global berdampak kepada perubahan pola hidup. Perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri menbawa pola pikir yang menonjolkan ekonomi sebagai sentral. Agama juga membawa dinamika perubahan terhadap budaya, ketika persepsi manusia dimainkan dalam melihat apakah agama yang sesungguhnya ; orang berusaha mencari relevansi agama dengan kebutuhan zaman. Adakalanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi berperan serta sementara sifatnya berubah-ubah. Kelompok masyarakat yang terbagi-bagi tidak jarang merubah dan menambah dinamika akan konsep dan pola pikir terhadap agama tersebut ; agama sebagai doktrin, agama sebagai struktur mayarakat dan agama sebagai idiologi.
Jadi jika dirunut maka sejarah, agama, ilmu pengeetahuan dan tehnologi sangat berpengaruh dengan budaya dan kebudayaan. Perubahan pembangunan cenderung mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga akan berpengaruh terhadap budaya. Bangsa Indonesia yang memiliki sumberdaya alam melimpah yang selama ini dimanfaatkan oleh para investor dan hanya sedikit yang dinikmati dalam bentuk pembangunan fisik fasilitas untuk kebutuhan dalam penguatan budaya asli nasional namun lebih cenderung mengubah, membuat sifat cinta akan tanah air dan bangsa semakin menurun. Kasus di Kabupaten Muara Bungo menunjukan perubahan prilaku dan tentunya akan berdampak kepada perubahan budaya. Kondisi ini akan menciptakan masyarakat Indonesia yang cenderung malas, ingin enak dan masyarakat komsuntif, sehingga kelak bukan selaku tuan namun sebagai pelayan dinegeri sendiri.

H. Kembali Kebudaya dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Menurut Daeng Hans. (2000), saat ini banyak sekali perilaku masyarakat kita yang tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat, tidak dapat di pungkiri bahwa modernisasi, teknologi dan hal-hal lainya telah banyak mengubah wajah budaya bangsa indonesia. Perubahan sosial budaya meliputi perubahan fungsi kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari suatu keadaan tertentu ke keadaan lain. Pada dasarnya, semua bangsa di dunia ini mengalami proses perubahan. Proses perubahan itu didorong oleh berbagai usaha masyarakat dalam memperjuangkan harapan dan cita-citanya, yaitu perubahan kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Perubahan yang terjadi di era-global saat ini lazim disebut dengan modernisasi dan globalisasi yaitu suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun sosial budayanya. Salah satu bentuk modernisasi di bidang pertanian adalah dengan adanya teknik-teknik pengolahan lahan yang baru dengan menggunakan mesin-mesin, pupuk dan obat-obatan, irigasi teknis, varietas-varietas unggulan baru, pemanenan serta penanganannya, dan sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi. Proses kemajuan tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Ilmu dan teknologi sangat berperan penting yang dapat terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini.

  1.  Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
  2.  Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi,
  3.  Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur.
  4.  Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
  5.  Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
  6.  Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

Jika kemajuan dimaksud adalah suatu bentuk proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju. Berdasarkan hal tersebut, pengertian modernisasi lebih baik daripada westernisasi. Akan tetapi, bersamaan dengan proses modernisasi biasanya juga terjadi proses westernisasi, karena perkembangan masyarakat modern itu pada umumnya terjadi di dalam kebudayaan barat yang tersaji dalam kemasan dunia barat. Namun sebenarnya jika kita ingin menjadi bangsa yang kuat dan dapat mengendalikan dan bertahan dari permasalahan global, kearifan lokal dan budaya lokal merupakan salah satu pilihan terbaik. Krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun Tahun 1998, menunjukan pertanian lokal dan sektor kreatif masyarakat dapat bertahan dalam memopong perekonomian negara ditengah badai krisi moneter yang terjadi.

I. Dehumanisasi Dampak Tantangan Perkotaan
Pada dasarnya, semua bangsa di dunia ini mengalami proses perubahan atau disebut “pola kehidupan perkotaan”. Kehidupan perkotaan yang berada dimana nilai-nilai individu lebih dikedepankan, adanya upaya peningkatan produktivitas dalam tuntutan kehidupan kota. Tuntutan peningkatan produktivitas cenderung memaksa untuk disiplin yang menimbulkan individualisme kepentingan sehingga terjadi dehumanisasi dampak tekanan dari kehidupan perkotaan terlihat pada Gambar 1. Hal ini sudah tidak jarang diketemukan dalam kehidupan perkotaan, dimana keengganan untuk bersosialisasi, hilangnya sifat keperdulian, yang sering kita dengar dengan istilah “siapa loe siapa gue”. Disisi lain peningkatan produktivitas memaksa kita untuk menggunakan sarana teknologi yang menggunakan bahan yang memiliki kemampuan tahan dan efektif dalam menunjang perkerjaan proses tersebut.

Manusia merupakan sumberdaya pokok dalam pembangunan berkelanjutan. Pengembangan pendidikan, kesehatan dan nutrisi dapat mendorong manusia memanfaatkan sumberdaya alam secara lebih baik. Ancaman sumberdaya yang berkelanjutan berasal dari ketidaksetaraan akses manusia terhadap sumberdaya dan pemanfaatannya. Permasalahan kependudukan dalam pembangunan adalah kemajuan (human progress) dan kesetaraan (human equality). Pertumbuhan penduduk di negara dunia ketiga dan negara industri memberikan tekanan besar terhadap sumberdaya alam. Oleh karena pemerintah pada negara-negara tersebut, perlu mengambil kebijakan, berupa :

  1. Membatasi jumlah pertumbuhan penduduk,
  2. Mengendalikan dampak pertumbuhan tersebut terhadap sumberdaya, peningkatan pengetahuan, pengembangan produktivitas,
  3. Mendorong potensi manusia secara bijaksana dalam penggunaan sumberdaya alam,
  4. Menyediakan jaminan sosial. Menuju pencapaian tersebut akan berbeda antar negara. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mengedepankan kebutuhan pada masa kini dengan memperhatikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.

Konsep pembangunan berkelanjutan adalah mengintegrasikan indikator-indikator pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang. Konsep ini didasarkan pada upaya peningkatan kualitas hidup secara kontinyu, pemanfaatan sumberdaya alam pada intensitas tertentu sehingga meninggalkan sumberdaya alam yang baik untuk dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang.

J. Keperdulian Terhadap Kerusakan Lingkungan
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, terdapat dua fokus yang menjadi pusat perhatian, yaitu masalah lingkungan dan masalah-masalah pembangunan. Kedua permasalahan ini akan menjadi tantangan yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan berkelanjutan. Beberapa tantangan yang menjadi pokok perhatian tersebut meliputi :

  1. Kependudukan dan sumberdaya manusia,
  2. Keamanan pangan,
  3. Spesies dan ekosistem sebagai sumberdaya untuk pembangunan,
  4. Energi (sebuah pilihan antara lingkungan dan pembangunan),
  5. Industri, dan
  6. Tantangan perkotaan.

Menurut Sutikno (2006), Manusia merupakan bagian atau komponen yang melakukan iteraksi dengan komponen lain disekitarnya dalam memenuhi kebutuhan hidup, yang kita sebut peningkatan produktivitas. Salah satu contoh misalnya akibat kemajuan komputerisasi menggunakan bahan ; fiber, plastik, logam, silikon, Baterai Ni-Cd, dan berbagai macam bahan lainnya. Keseluruhan bahan yang dipergunakan tersebut pada batasan tertentu akan menjadi limbah yang tidak dapat digunakan lagi atau didaur ulang. Proses teknologi daur ulang yang belum tersedia dapat mengakibatkan barang/bahan tersebut akan menjadi limbah yang terbuang yang nantinya akan menjadi musuh buatan bagi manusia itu sendiri yang menimbulkan efek terhadap kesehatandan kerusakan lingkungan. Seiring berjalannya waktu, peningkatan populasi penduduk dunia menunjukkan kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Sumberdaya yang digunakan untuk pemenuhan peningkatan kualitas manusia dalam rangka menghilangkan kemiskinan terbatas, karena pertambahan penduduk terus meningkat. Kondisi ini menjadi permasalahan yang pelik, antara populasi dan sumberdaya alam semakin renggang. Di sisi lain pengembangan ilmu pengetahuan untuk peningkatan produktivitas terus berubah dan semakin memaksa (Daeng Hans. 2000).
Perilaku masyarakat tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat, tidak dapat dipungkiri bahwa modernisasi, teknologi dan hal-hal lainya telah banyak mengubah wajah budaya bangsa indonesia. Perubahan sosial budaya meliputi perubahan fungsi kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari suatu keadaan tertentu ke keadaan lain. Kesemuanya akan menjadi ancaman terhadap sumberdaya alam, lingkungan dan kesehatan serta kehidupan manusia. Dehumanisasi tersebut diuraikan sebagai berikut :

dehumanisasi

Sumber : Ilustrasi Penulis, 2013
Gambar Alur Dehumanisasi Sosial Masyarakat

K. Pembangunan Berkelanjutan Dampak Dehumanisasi
Ancaman pembangunan berkelanjutan didalam implementasinya sangat nyata dapat dirasakan. Berbagai media massa dan eletronik telah menyiarkan perbuatan orang tidak bertanggung jawab, dengan menggunakan zat pewarna pakaian dalam makanan yang dijual buat anak-anak sekolah dasar. Atau mencampurnakn zat formalin kedalam makanan supaya tahan. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Sangatlah nyata telah terjadi dehumanisasi dalam masyarakat sosial disekitar kita. Pengaruhi dehumanisasi adalah :

  1. Pengadopsiaan budaya asing
  2. Hilangnya tanggung jawab atas hak dan kewajiban sebagai mahluk sosial
  3. Hilangnya rasa malu dan takut pada Allah
  4. Masalah-masalah sosial yang terjadi
  5. Pola kehidupan yang tak seimbang

Pengaruh dehumanisasi pada manusia juga dapat dilihat dari polapenggunaan produk. Sebagai contoh penggunaan produk logam berat secara tidak terkontrol, mengakibatkan banyaknya kerusakan terhdap sumberdaya alam tanpa memperdulikan dampak lingkungan dan kesehatan bagi manusia. Inefisiensi penggunaan sumberdaya alam tentu akan meningkatkan jumlah limbah. Namun tidak ada keperdulian dan rasa bersalah dari tindakan yang dilakukan yang merugikan orang lain tersebut. Nilai-nilai moral dan keperdulian sudah sangat hilang di masyarakat, demi untuk keuntungan dengan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan tidak jarang menggunakan jalan pintas yang merugikan orang lian. Tentunya akan mengancam kesehatan orang lain dan mengancam upaya pembangunan berkelanjutan.

L. Penutup
Dehumanisasi, berarti kita berbicara tentang sebuah proses terjadinya perubahan pada manusia yang tidak sesuai dengan kodratnya (kemerosotan tata nilai). Modernisasi sebenarnya adalah westernisasi. Pengaruh perubahan globalisasi mengakibatkan menjadi korban dari dehumanisasi seperti kehilangan kepekaan pada nilai-nilai luhur, budaya, adat istiadat pada diri manusia, kehilangan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan (estetik) dan kesucian. Yang terjadi dalam diri sensitif manusia adalah keinginan untuk kaya, atau mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain, hedonisme (kenikmatan jasmani) atau individualis dan gengsi (prestise). Dehumanisasi juga dapat dikatakan sebagai pembatasan daya jangkau, penindasan, perbudakan, perlakuan semena-mena, pemasungan, serta hal-hal lain yang serupa dengan itu atau bahkan lebih jahat lagi. Dehumanisme terjadi akibat adanya perubahan sikap manusia sebagai akibat penyimpangan tujuan pengembangan kebudayaan yang dipengaruhi oleh budaya asing. Jika diartikan sebagai tidak adanya jati diri pada setiap orang sehingga munculnya budaya asing yang dapat mempengaruh orang tersebut. Pembentukan jati diri merupakan satu perkara dominan yang semestinya ada dalam setiap diri manusia. Dehumanisasi dapat dihindari ketika seseorang mengenali apa dan siapa dirinya sebenarnya dengan mempelajari jati dirinya dan mengembangkannya dengan filsafah, pengetahuan, ilmu, dan agama, misalnya :

  • Dengan filsapat manusia memahami tentang etika, estetika dan logika
  • Dengan pengetahuan jati dirinya manusia mampu menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab untuk kebahagiaan dan kesempurnaan hidup
  • Dengan ilmu manusia lebih berpengetahuan,
  • Dengan agama manusia lebih terarah dengan nilai-nilai dan norma agama, yang akan membuat manusia lebih bernilai di hadapan Allah, dan sesama.

Jadi setiap manusia dapat menghindari dehumanisasi, ketika manusia itu mengenali siapa dirinya dan mengembangkan jati diri tersebut dengan ilmu, filsafah, pengetahuan dan agama. Terkait keseimbangan antara ekonomi dan ekologi dalam konsep pembangunan berkelanjutan kadang menjadi pilihan yang sulit khususnya negara berkembang. Kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan untuk memperbaiki taraf hidup cenderung berdampak kepada kerusakan lingkungan akibat pengorbanan sumberdaya alam. Namun demikian hidup adalah pilihan dan kemampuan, bagaimana kita memilih jalan yang terbaik dimana semua fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dapat seimbang menuju kesejahteraan. Beralih kepada konsep back to neture sangat baik untuk dilakukan, contoh pada pertanian menggunakan pupuk organik jika digunakan untuk pupuk tanaman adalah jalan terbaik. Namun jika tidak ada alternatif pengganti upaya pengendalian dengan pemanfaatan optimal dan pertimbangan kelestarian sumberdaya alam adalah salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan. Upaya ini dapat berhasil tentu diiringi dengan menekan perubahan atau dehumanisasi sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan et all., 2008, Belajar Dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi, Bogor, Cifor Press.

Amin A B., 2013, Tangan Tangan Elit Diatas Block Cepu. Dinamika Ekonomi Politik Pertambangan Indonesia. (Hal.19). Terbit Press. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2012 Angka Kemiskinan Di Indonesia. BPS, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2013 Angka Kemiskinan Di Indonesia. BPS, Jakarta.

Daeng Hans. 2000, Manusia, Kebudayaan, Dan Lingkungan: Tinjauan Antropologis – Pustaka Pelajar. Jakarta

Endriatmo S. dan Tantan H., (2007), Ekonomi pedesaan, dinamika sumberdaya alam dalam pandangan reforma agraria di Indonesia. Konpernas PERHEPI 2007 [02] -13, Jakarta.
[Kemetan] Kementerian Pertanian, 2013 Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Rogers Peter P., Kazi F. Jalal and John A. Boyd., 2008, An Introduction to Sustainable Development. London: Earthscan.
Syamsudin Din M., (2003), Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Peningkatan Keimanan Dan Ketakwaan Kepada Tuhan YME. Pokok-pokok pikiran untuk seminar pembangunan hukum nasional viii, badan pembinaan hukum nasional (BPHN), Denpasar, 14-18 juli 2003 UIN SYARIF HIDAYATULLAH, Jakarta
Sutikno dan Maryunani., 2006, Ekonomi Sumberdaya Alam. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (BPFE) (hal 75) Malang.
Sugandhy, Hakim., 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Upik R., Suryadiputra INN,2003, Atlas Gambut Sumatera. Peta Luasan Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di P.Sumatera. Wetlands Internasioanl-Indonesia Programme.
World Commision on Environment and Development, 1990. Our Common Future. Oxford University Press Australia. Melbourne.
William D. Sunderlin dan Ida Aju P.R., 1997, Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia: Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. CIFOR.Press

Sumber Aturan :
Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemeterian Lingkungan Hidup
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 TAHUN 2013 Tentang Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan Dan Lahan Gambut
Keputusan Menteri Kehutanan No. 101/Menhut-II/2004 Tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Industri, Jakarta

Sumber Internet :
[HPLI] Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia, 2012, Potensi Tambang Indonesia Posting 2012. http://www.hpli.org/tambang.php

[FahutanIPB] Fakultas Kehutanan IPB. 2012, Larangan Tebang Habis Tanaman Hti Di Hutan Alam Hambat Investor Diposting pada 01 Februari 2012 pada http://www.fahutanipb.com/news /2012/02/ potensi-devisa-hutanus70-miliar.

Indonesia.go.id, 2013, Sumberdaya Alam Indoensia. pada alamat website : http://www.indonesia.go.id/in/potensi-daerah/ sumber-daya-alam

[ESDM] Energi dan Sumberdaya Mineral. 2013, Cadangan Minyak Bumi. Posting 14 Aug 2013 http://esdm.sulbarprov.go.id/ index.php?id=1&news=231

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013, Potensi Perikanan Indonesia Terbesar di Dunia diposting pada 24/10/2013 – http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10088/Potensi-Perikanan-Indonesia-Terbesar-diDunia/?categoryid=58.

Rachbini D.J, 2013 Luas Lahan Pertanian RI Cuma Seperempat dari Thailand. Pada alamat website:http://finance.detik.com/read /2013/06/14/103533/ 2273277/4/luas-lahan-pertanian-ri-cuma-seperempat-dari-thailand

Karsidi, 2013. Wilayah Indonesia Semakin Luas. pada alamat website, http://inafinance.com/2013/01/19/wilayah-indonesia-makin-luas/

Kajian Singkat : SVLK INFRASTRUKTUR REDD + (Studi kajian mencakup : Perdagang Kayu, Emisi Karbon, dan Implikasi Carbon Trade)


I. Pendahuluan

Kerusakan Hutan di Indonesia yang saat ini menjadi perhatian para perduli lingkungan, hal ini disebabkan laju kerusakan hutan mencapai 3,8 juta per tahun (Johnston, 2004) atau berdasarkan data Dep. Kehutanan pada tahun 2006 dalam kurun waktu lima tahun (2001-2006) sebesar 2,83 juta Ha/tahun. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menjadi sorotan berbagai pihak. Tingginya pembalakan liar (illegal logging) dampak dari rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia disekitar hutan dan kemiskinan menjadi alasan yang patut dan enak untuk diutarakan  “?”.

Namun ternyata kerusakan hutan berdampak global ; dari segi ekonomi yang apabila semua dampak tersebut di rupiah (Rp.)-kan maka lebih kurang US $ 5 milyar/tahun dan atau pendapatan negara + 1,4 milyar /tahun atau berdasarkan data Badan Penilitian Kehutanan sekitar Rp. 83 Milyar/hari (Antara, 2004). Kerugian tersebut baik berupa hilangnya kayu atau dampak finansial yang semestinya di peroleh dari keberadaan hutan baik langsung maupun tidak langsung. Kerusakan lingkungan (hutan) dampak dari pembalakan liar menjadi suatu sorotan utama pada setiap pertemuan Internasional yang menyudutkan Pemerintah Indonesia. Konteks ini Pemerintah Indonesia dianggap tidak mampu dalam mengelola hutan secara baik.Hal tersebut tentu sangat dapat dimengerti, dan kerugian tersebut juga sangat dirasakan dengan berbagai bentuk bencana alam yang terjadi terkait dengan hilangnya keberadaan hutan dan fungsi fungsi hutan (banjir, longsong, kebakaran hutan, dll) yang secara ekonomi mengalami kerugian yang sangat besar dan bahkan korban jiwa.

Kondisi ini memang suatu hal yang sangat dilematis, upaya perbaik fisik yang tentunya memerlukan anggaran dana yang sangat besar, sarana penunjang (aspek ekologi), upaya perbaikan sumber daya manusia sekitar hutan (aspek sosial),  kebijakan nasional secara menyeluruh (aspek hukum) dan disisi lain perlunya peningkatan pendapatan negara dan pendapatan masyarakat sekitar hutan maupun pelaku usaha (aspek ekonomi). Oleh sebab itu dukungan semua pihak (masyarakat, pelaku usaha, pemerintah) dan dunia internasional sangatlah dibutuhkan.

II. SVLK

Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menrupakan suatu kebijakan yang berisi  persyaratan legalitas kayu yang dirancang dengan kurun waktu yang panjang dan melibatkan semua pihak (multi stakeholder). Berbagai verifier yang dinilai dalam konsep legalitas kayu, yang dapat di defenisikan bahwa legalitas kayu mencakup juga legalitas dan kepatuhan terhadap semua ketentuan instansi terkait dalam bidang perizinan industri, perdagangan, dan kehutanan, seperti terlihat pada gambar dibawah :

This slideshow requires JavaScript.

III. Analisa Emisi Karbon Dampak Implementasi SVLK

Asumsi ; jika saja peredaran kayu dalam negeri dan ekspor merupakan produk kayu yang legal artinya tidak ada lagi pencurian kayu maka hutan akan lestari (SFM) dan kandungan karbon dalam hutan akan tersimpan yang juga dapat diartikan dampak SVLK hutan akan terjaga dan pelepasan karbon akan menurun dari kondisi saat ini dan meningkatnya emisi karbon ?

Hasil penilitian yang dilakukan Sinambela TSP (2006), dalam judul “Kemampuan  Serapan Karbin Dioksida (CO2) pada 5 (lima) Jenis Tanaman Hutan Kota” disimpulakan bahwa daya serap CO2 bersih per individu pohon (gr/pohon/jam) di daerah Dramaga adalah sebagai berikut: daun krey payung sebesar 0,10; manggis hutansebesar 0,60; melinjo sebesar 0,39; sawo kecik sebesar; 0,37; dan trengguli sebesar 0,06. Daya serap CO2 bersih per hektar luas lahan (gr/Ha/jam) di daerah Dramaga dengan asumsi keseluruhan jarak tanam tanaman 5m x 5m adalah sebagai berikut: daun krey payung sebesar 40,8; manggis hutan sebesar 240,4; melinjo sebesar 156,0; sawo kecik sebesar; 146,8; dan trengguli sebesar 22,0. Keseluruhan tanaman ini memiliki kondisi iklim dan jenis tanah yang sama serta umur yang relatif sama. Jenis tanaman hutan kota di daerah Dramaga yang terbaik menyerap CO2 berdasarkan metode karbohidrat daun dari kelima jenis tanaman hutan kota ini berturut-turut adalah manggis hutan, melinjo, sawo kecik, krey payung dan trengguli. Atau apabila dirata ratakan sekitar 121,2 gr/ha/jam ( 0,12 kg/ha/jam)  jauh lebih kecil dari penelitian sebelumnya oleh McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) sebesar 0,32-0,49 kg/m2.

III. Analisa Emisi Karbon Pada Hutan Hujan Tropis

Asumsi ; jika saja peredaran kayu dalam negeri dan ekspor merupakan produk kayu yang legal artinya tidak ada lagi pencurian kayu maka hutan akan lestari (SFM) dan kandungan karbon dalam hutan akan tersimpan yang juga dapat diartikan dampak SVLK hutan akan terjaga dan pelepasan karbon akan menurun dari kondisi saat ini dan meningkatnya emisi karbon ?

III.1.Kemampuan Serapan Karbon Pohon

Hasil penilitian yang dilakukan Sinambela TSP (2006), dalam judul “Kemampuan  Serapan Karbin Dioksida (CO2) pada 5 (lima) Jenis Tanaman Hutan Kota” disimpulakan bahwa daya serap CO2 bersih per individu pohon (gr/pohon/jam) di daerah Dramaga adalah sebagai berikut: daun krey payung sebesar 0,10; manggis hutansebesar 0,60; melinjo sebesar 0,39; sawo kecik sebesar; 0,37; dan trengguli sebesar 0,06. Daya serap CO2 bersih per hektar luas lahan (gr/Ha/jam) di daerah Dramaga dengan asumsi keseluruhan jarak tanam tanaman 5m x 5m adalah sebagai berikut: daun krey payung sebesar 40,8; manggis hutan sebesar 240,4; melinjo sebesar 156,0; sawo kecik sebesar; 146,8; dan trengguli sebesar 22,0. Keseluruhan tanaman ini memiliki kondisi iklim dan jenis tanah yang sama serta umur yang relatif sama. Jenis tanaman hutan kota di daerah Dramaga yang terbaik menyerap CO2 berdasarkan metode karbohidrat daun dari kelima jenis tanaman hutan kota ini berturut-turut adalah manggis hutan, melinjo, sawo kecik, krey payung dan trengguli. Atau apabila dirata ratakan sekitar 121,2 gr/ha/jam ( 0,12 kg/ha/jam)  jauh lebih kecil dari penelitian sebelumnya oleh McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) sebesar 0,32-0,49 kg/m2.

III.2. Analisa Luas Areal Indeks pada  Hutan Hujan Tropis

        a. LAI

Penutupan tanah oleh tajuk tumbuhan dinyatakan yang dinyatakan dalam koverage adalah suatu kanopi. Area tanah yang ditutup oleh luas sejumlah daun dalam satuan  tertentu dapat dinyakan sebagai Indeks Luas Daun (Leaf Area Indeks) atau disebut sebagai LAI.  Formula perhitungan indeks LAI adalah sebagai berikut:

           LAI    =       Total luas area daun, hanya satu permukaan/ Unit area tanah

b.Tutupan Lahan

Hutan hujan tropis pada kawasan hutan produksi sudah sangat sedikit dan kondisinya dimungkinkan sudah pada kondisi hutan sekunder. Hasil  foto citra lansat pada salah satu kawasan hutan di Sumatera maka dapat dibagi 3 kelompok yaitu ; low secondary forest (hutan sekunder rendah ) sebesar 25 %, medium secondary forest) hutan sekunder menengah sebesar 40 % dan sisanya semak belukar dan lahan terbuka sebesar 10 %. Hasil Penutupan lahan yang dilakukan berdasarkan penelitian sebesar 34.11 %/Ha

Sumber : Forestindonesia.wordpress.com

II.3 Kemampuan Serapan Karbon Per HektarPer Jam  (Ha/Jam)

        Kemampuan serapan tegakan hutan per hetar dapat di peroleh dengan asumsi diatas, jika asumsi diatas dipergunakan 121,2 gr/ha/jam dan rata-rata tutupan lahan per Hektar sebesar 34,11 % maka dengan rata- rata jumlah tegakan sekitar 250 pohon maka potensi serapan sangan besar sebagaimana terlihat pada uraian dibawah :

Serapan 121.2 gr/ha/jam
Jumlah Pohon 250 pohon/ha
Persentase Tutupan 0.3411 %
Serapan Per Tutupan 41.34132 gr/ha/jam
Serapan Per pohon 85.275 gr/pohon/jam

(bersambung)

SVLK dan VPA


SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) dan

VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT (VPA)

1. Apakah SVLK

Melalui pembahasan multi-pihak sejak tahun 2003, pada bulan Juni 2009 Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Peraturan yang kemudian lebih dikenal sebagai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tersebut kemudian mulai berlaku sejak September 2009.

2. Bagaimana SVLK beroperasi?

P. 38/Menhut-II/2009 mengamanatkan agar unit usaha kehutanan memegang sertifikat pengelolaan hutan lestari (PHPL), atau setidak-tidaknya sertifikat legalitas. Sedangkan unit industri yang berbahan baku kayu, baik indutri kayu primer maupun industri lanjutan, harus mendapatkan sertifikat legalitas. Saat ini, peraturan dimaksud sudah mulai dilaksanakan oleh unit usaha kehutanan, baik atas biaya Pemerintah maupun dengan biaya mandiri. Penilaian PHPL/legalitas dilaksanakan secara independen oleh lembaga penilai/verifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan diawasi pelaksanaannya oleh pengawas independen yang berasal dari LSM.

3.Mengapa perlu SVLK?

Upaya Indonesia memberikan jaminan legalitas produk perkayuannya sejalan dengan kecenderungan pasar perkayuan utama dunia yang sudah mulai menuntut pemenuhan aspek legalitasnya. Pemerintah Jepang menerapkan Goho-wood atau Green Konjuho yang mewajibkan kayu yang diimpor berasal dari sumber-sumber yang legal. Pemerintah Amerika Serikat melakukan amandemen terhadap Lacey Act yang dimaksudkan untuk menghindarkan importasi kayu-kayu ilegal ke negeri tersebut. Sedangkan Uni Eropa Memberlakukan Due Diligent Regulation (DDR) atau EU Timber Regulation yang melarang menempatkan kayu ilegal masuk ke Uni Eropa.

4. Progres SVLK?

Sampai dengan April 2011, telah diakreditasi oleh KAN sebanyak 11 LP-PHPL dan 5 LV-LK serta 4 LVLK dalam proses. Telah dilaksanakan Penilaian Kinerja PHPL pada hutan alam sebanyak 20 unit seluas 2.045.160 ha (13 unit seluas 1.436.275 ha berkinerja baik/lulus; 6 unit seluas 369.885 ha berkinerja buruk/tidak lulus; dan 1 unit seluas 239.00 ha dalam proses), dan penilaian kinerja PHPL untuk hutan tanaman sebanyak 21 unit seluas 2.471.598 ha (16 unit seluas 2.075.783 ha berkinerja baik/lulus; 3 unit seluas 51.105 ha berkinerja buruk/tidak lulus; dan 2 unit seluas 344.710 ha dalam proses). Selain itu, telah dilaksanakan VLK pada hutan alam sebanyak 4 unit seluas 461.164 ha (1 unit seluas 45.530 ha mendapat sertifikat dan 3 unit selus 415.634 ha dalam proses) dan VLK pada hutan tanaman sebanyak 1 unit seluas 350.165 ha dan telah mendapatkan sertifikat LK. Sedangkan untuk verifikasi legalitas kayu pada IUIPHHK dan IUI Lanjutan telah dilaksanakan sebanyak 86 unit (35 unit mendapatkan sertifikat LK; 5 unit tidak mendapatkan sertifikat; dan 46 unit dalam proses). Pembiayaan penilaian dan verifikasi tersebut bersumber dari APBN pada tahun 2010 untuk PHPL pada hutan alam sebanyak 11 unit sebesar Rp. 3.407.572.500, untuk PHPL pada hutan tanaman sebanyak 9 unit sebesar Rp. 2.463.660.400, dan VLK pada IUIPHHK dan IUI Lanjutan sebanyak 11 unit sebesar Rp. 969.257.000. Sedangkan sisanya dibiayai secara mandiri oleh unit manajemen.

5. Bagaimana dengan endorsemen oleh BRIK?

Melengkapi peraturan mengenai SVLK, melalui koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Ditjen Bea & Cukai, KAN, para asosiasi dan beberapa pihak lainnya termasuk perwakilan LSM, saat ini Indonesia sedang dalam tahap akhir pengembangan konsep peraturan yang menggantikan peran, fungsi dan mekanisme Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sebagai lembaga endorsemen ekspor produk perkayuan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan SVLK jauh lebih memiliki kredibilitas dan keberterimaan di pasar kayu internasional sebagai suatu sistem yang secara independen membuktikan legalitas produk perkayuan Indonesia melalui verifikasi administrasi dan fisik di lapangan. Ke depan, peran BRIK akan digantikan oleh LVLK yang telah diakreditasi oleh KAN dengan menerbitkan dokumen V-Legal yang menyertai barang dan melengkapi Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) setiap pengiriman.

6. Apa itu VPA?

Voluntary Partnership Agreement (VPA) merupakan kesepakatan yang mengikat antara negara-negara Uni Eropa dengan mitra negara-negara penghasil dan eksportir kayu untuk secara bersama-sama mempromosikan perdagangan kayu legal melalui penetapan skema sertifikasi kayu legal. Kesepakatan ini dibuat secara sukarela (voluntary) antara Uni Eropa dengan negara penghasil/eksportir kayu, namun apabila VPA telah disepakati/ditandatangani, maka akan bersifat wajib (mandatory) bagi kedua belah pihak untuk mentaatinya (binding).

7. Apa kaitan SVLK dengan VPA?

Pada bulan Oktober tahun lalu, Uni Eropa telah mengadopsi Timber Regulation untuk menghambat beredarnya kayu ilegal di pasar Eropa. Timber Regulation akan mulai efektif berlaku sejak 3 Maret 2013. Mulai saat itu import kayu ke negara-negara anggota Uni Eropa yang berasal dari negara-negara yang ditengarai terjadi illegal logging akan dilakukan due diligence untuk menghindari masuknya kayu-kayu illegal ke pasar Uni Eropa. Due diligence dan Timber Regulation tidak berlaku manakala suatu negara eksportir kayu seperti Indonesia menandatangani VPA dengan Uni Eropa, atau dengan perkataan lain melalui “green lane”.

8. Bagaimana kesesuaian SVLK dan VPA?

Sejak Januari 2007, Indonesia dan Uni Eropa telah melakukan perundingan mengenai VPA. Tiga kali pertemuan tingkat Pejabat Tinggi (SOM), tujuh kali pertemuan teknis (Technical Working Group) dan tujuh kali pembahasan pada level expert dan tujuh kali Digital Video Conference telah dilaksanakan. Hasilnya sangat menggembirakan dimana SVLK dinilai sesuai dengan harapan Uni Eropa mengenai VPA.

9. Kapan negosiasi VPA dapat diselesaikan?

Pertemuan TWG-7 terakhir (12-13 April 2011) dilanjutkan dengan SOM-3 (15 April 2011) di Brussels, negosiasi FLEGT-VPA antara Indonesia dan Uni Eropa dapat diselesaikan (conclude), meliputi legal text (25 artikel) dan 9 Annexes. Selanjutnya, akan dilaksanakan penandatanganan Naskah VPA antara Sekjen Kementerian Kehutanan dengan Duta Besar Uni Eropa di Indonesia, sekaligus sebagai dasar Uni Eropa untuk meratifikasi melalui Parlemen. Selain itu juga akan dilaksanakan penandatangan Joint Statemant FLEGT-VPA antara Menteri Kehutanan dengan Commisioner perdagangan Uni Eropa, yang direncanakan pada tanggal 4 Mei 2011 di Jakarta. Setelah itu direncanakan penandatangan FLEGT-VPA antara Indonesia dan Uni Eropa akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 yang sekaligus sebagai dasar proses ratifikasi melalui Peraturan Presiden. Apabila hal ini terjadi, maka Indonesia akan menyusul negara-negara Afrika (Ghana, Kamerun, Kongo) yang telah terlebih dahulu menandatangani VPA dengan Uni Eropa. Lebih dari itu, Indonesia akan menjadi negara Asia pertama yang mempunyai VPA, karena perundingan Malaysia dan Vietnam dengan Uni Eropa belum memperlihatkan kemajuan yang berarti.

10. Apa langkah-langkah setelah penandatanganan VPA?

Sebelum diberlakukan Due Dilligent Regulation/EU Timber Regulation secara penuh pada tanggal 3 Maret 2013, Indonesia masih mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba implementasi VPA, yang dapat dimulai dengan industri panel dan wood working, kemudian industri pulp & paper dan selanjutnya industri furnitur. Bersamaan dengan itu, Indonesia juga dapat melakukan evaluasi terhadap SVLK yang telah dibangun. Adapun roadmapnya direncanakan meliputi : 1) 4 Mei 2011 : pemarafan legal text dan Annexes VPA antara Sekjen Kementerian Kehutanan dengan Duta Besar UE di Indonesia dilanjutkan dengan Joint Statement Komisioner Perdagangan UE dan Menteri Kehutanan tentang berakhirnya (conclude) negosiasi VPA; 2) Mei – Agustus 2011 : pembentukan Komite Persiapan Bersama (Joint Preparatory Committee), penyiapan TOR strategi bersama implementasi VPA; 3) September 2011 : pertemuan JPC pertama untuk membahas perkembangan strategi bersama; 4) Okober 2011 : Penandatangan FLEGT-VPA di Indonesia dan mulainya proses ratifikasi Indonesia; 5) Januari – April 2012 : penggunaan dokumen V-Legal untuk produk 11 HS Code (panel kayu, wood working dan prefab) dan uji coba penggunaan FLEGT-License; 6) Januari 2013 : perluasan penggunaan dokumen V-Legal untuk semua produk sesuai Lampiran 1 VPA = 48 HS Code (penambahan pulp dan kertas serta furnitur) serta pengiriman pertama FLEGT-License secara formal ke Uni Eropa. Terkait kesiapan unit usaha, pada High Level Market Dialogue yang dilaksanakan di hotel Sultan pada tanggal 10 Maret 2011, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), MPI, APHI, ISWA, APKINDO, APKI dan ASMINDO telah mendeklarasikan dan menyatakan komitmennya untuk menerapkan SVLK dan PHPL dalam kegiatan bisnis mereka.

11. Apa keuntungan menandatangani VPA?

Dengan penerapan verifikasi legalitas kayu Indonesia, termasuk dalam rangka implementasi VPA, maka pada prinsipnya semua produk perkayuan yang dieksport dari Indonesia (termasuk ke Uni Eropa) wajib terlebih dahulu diverifikasi legalitasnya melalui SVLK. Hal ini akan merupakan instrumen baru dalam kerangka perdagangan (ekspor) produk perkayuan Indonesia dimana setiap ekspor akan diwajibkan melampirkan dokumen legalitas (V-Legal document) sebagai dokumen tambahan pada Pemberitahuan Ekpor Barang (PEB). Incentive yang akan diperoleh Indonesia dengan mekanisme ini antara lain adalah pasar yang akan terbuka luas karena terhindar dari isyu illegal logging. Bagi pasar Eropa, kayu Indonesia dengan sertifikat V-Legal akan melalui “green-lane” sehingga tidak memperoleh kesulitan pengakuan legalitasnya.

PERDAGANGAN KARBON BAGAI TIPU-TIPU ALA “ABU NAWAS &WAK DOLLA” Abu


 

3 (tiga) mekanisme dengan bahasa sederhananya adalah  :

1. Perdagangan Karbon dengan Perubahan Bahan Bakar Fosil dengan bahan bakan selain fosil ; dimana terjadinya perubahan terhadap BB dari fosil (Solar, bensin dll) menjadi bahan bakar  non fosil. Perubahan tersebut mengakibatkan pengurangan emisi karbon .. pengurangan emisi karbon tersebut dapat diperdangankan dengan menghitung berapa karbon yang hilang akibat pengaruh perubahan tersebut.

Contoh ; Industri tekstil tadinya menggunakan tenaga solar, kemudian diubah menjadi tenaga angina tau air. Sehingga tidak menghasilakn karbon dioksida (CO2) dari pembakaran menggunakan minyak solar.

2. Perdagangan Karbon dari Ramah lingkungan atau lebih dikenal CDM, merupakan perdagangan karbon dari perubahan teknologi sehingga berdampak terhadap upaya ramah lingkungan.

Contoh ; Kulkas, AC, Kotoran Ternak  yang tadinya menghasilakan pencemaran lingkungan diubah menjadi teknologi yang ramah lingkungan atau tidak mencemari lingkungan

3. Perdagangan karbon dari upaya mengatasi degradasi dan deforestasi hutan, dimana pada mekanisme ini terlalu memberatkan bagi negara pemiliki lahan hutan yang luas untuk upaya mengatasi atau menanam kembali hutan yang sudah rusak, dimana dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Ketiga mekanisme perdagan tersebut telah disepakati dalam protocol Kyoto… pertanyaannya siapa yang beli penangan emisi karbon tersebut ?

Jika semua Negara maju biasa membeli upaya penangan emisi karbon dari ketiga mekanisme diatas, maka masing-masing Negara akan membeli sertifikat karbon (CER) yang dihasilkan dari Negara tersebut siapa yang beli CER dari Indonesia dan Negara berkembang lainnya terutama pemilik lahan hutan atau hutan ? ………….Dapat disimpulkan maka Perdagangan Karbon bisa jadi tipu-tipu Si Abu Nawas.

Belum lagi kita membahas mekanisme perdagangan dengan Bursa CER…..artinya bursa sangat menentukan harga dan peluang terjualnya CER  (Rumit boookkkkkkk)

Untunglah kita tidak kehilangan akal “Wak Dollah” bagaimana jika kita buar REDD. ?

Nah yang menjadi pertanyan apakah kita Abu Nawas  dengan ide REDD atau kita Wak Dollah yang memanfaatkan Perdagangan Karbon

Atau Jangan jangan kita adalah si Abu Nawas dengan ide REDD yang dimakan Wak dollah (Uni Eropa) dengan berbagai proyek pinjamannya Bantuan Hutan Luar Negeri ( bantu kok hutang sih….) .

Kita perlu hati hati……………Mari kita menjadi Pak POLISI (Pakai Otak LIhat posiSI)………